Suatu ketika aku kedatangan seorang teman,sebut saja namanya Bu Nisa. Lama tak
jumpa dia curhat masalah yang sedang dihadapinya.Masalah keluarga yang
menurut dia sangat pelik apalagi dalam kondisi dia sedang hamil anak
keduanya.Bahkan berat tubuhnya turun drastis beberapa kilo akibat
memikirkan masalah ini.
Mendengarkan curhat seorang sahabat,dengan
segala keluhan dari Bu Nisa membuatku termenung. Aku terus terang merasa
kasihan dengan Bu Nisa. Dia merasa terpengaruh sekali dengan masalah
keluarganya. Hingga dia katakan sholat yang dilakukannya selama ini
hanya menjadi ritual saja.Kalau istilah jawanya dia bilang cuma
“jengkang jengking”. Hanya gerakan badan tanpa arti. Subhanalloh..betapa
meruginya Bu Nisa,aku berseru dalam hati. Betapa malangnya dia, sholat
terasa hampa, permohonan doanya pada Sang Khalik sepertinya sia-sia,itu
menurut pengakuannya.
Lalu aku jadi teringat pada apa yang menimpa
diriku sendiri. Beberapa waktu sebelum itu aku sempat diuji Alloh
menderita sakit selama seminggu. Ada satu hari selama aku sakit itu aku
terserang nyeri sendi yang hebat. Awalnya aku tak mengira penyakit
campak yang aku derita saat itu akan merembet ke nyeri sendi. Apalagi di
saat kondisiku mulai membaik, tiba-tiba lututku terasa sakit ketika
ditekuk. Saat melakukan sholat subuh, nyeri itu belum terasa,namun
seiring matahari mulai meninggi sakit itu pun datang. Hingga tiba
waktunya sholat dhuhur.
Pertama yang aku notice adalah jari-jari
tanganku, seperti pegel sekali bila digunakan untuk menggenggam. Sambil
mengenakan mukenaku, kugerakkan jari-jari tangan secara perlahan untuk
meyakinkan diriku bahwa memang ada rasa sakit di situ. Kugenggam,
kubuka, kugenggam lagi, kubuka lagi telapak tanganku.
Ah,biarlah,sekarang waktunya sholat,pikirku.
Rakaat pertama belum
terasa apa-apa. Baru ketika aku ruku’, sengatan nyeri muncul di
sepanjang belakang kakiku seiring kubungkukkan tubuhku ke depan. Bagian
belakang lututku terasa panas di seluruh urat-uratnya, seperti ditarik
dengan paksa. Aku sedikit kaget dengan sakit yang tiba-tiba datang itu.
Aku agak sedikit mengernyitkan kedua alis mataku, menahan sakitnya.
Gerakan
berikutnya adalah I’tidal. Dalam mengendalikan rasa nyeri supaya tak
mempengaruhi konsentrasiku saat sholat, kutegakkan tubuhku dengan
perlahan untuk mencapai posisi berdiri yang sempurna. Kedua telapak
kakiku mulai nyeri juga,seperti kesemutan dan menginjak permukaan dengan
banyak jarum.
Nafasku mulai terengah-engah. Ya,Alloh! pekikku dalam
hati.Apa yang sedang terjadi? tanyaku pada diri sendiri. Aku berdiri
agak lama untuk mengatur nafas dan memusatkan pikiranku pada hamparan
sajadah yang terbentang di hadapanku. Tiba waktunya sujud. Dan
Subhanalloh!!! Aku hampir memekik. Seiring dengan kubungkukkan tubuhku
untuk bersujud, daerah lutut dan pahaku seperti tersengat ribuan jarum.
Sakit sekali. Sampai-sampai aku menahan tumpuan tubuh pada kedua telapak
tangan ini. Aku baru meletakkan satu lututku secara perlahan. Itupun
dengan menahan rasa nyeri sekuat tenaga. Aku bahkan menahan nafas demi
mengurangi rasa nyeri. Jadi gerakan sujud itu kulakukan dengan cara
menapakkan telapak tanganku terlebih dulu, lalu disusul lutut kuletakkan
satu persatu, baru dahi ini kutempelkan di sajadah. Badanku mulai
gemetar. Bibir ini melantunkan doa dalam setiap gerakan sholatku dengan
terbata-bata,tergetar sembari menahan nafas. Konsentrasiku pecah. Aku
tak bisa memfokuskan ke dalam bacaan maupun gerakan sholat. Hatiku pun
menyerukan Alloh..Alloh..Alloh.
Tak berhenti sampai di situ, gerakan
duduk malahan lebih buruk. Rasa nyeri pada lutut saat sujud tadi terasa
berlipat sakitnya. Aku tak bisa menegakkan tubuhku pada posisi duduk
itu, agak condong ke depan dengan harapan mengurangi sengatan rasa itu.
Sampai
akhir sholat, rasa nyeri semakin menjadi. Aku tak tahu apakah sholatku
ada artinya, entahlah. Aku tak mau berburuk sangka kepadaNya. Aku sudah
berusaha sekuat tenaga, semampuku untuk melaksanakan sholat dhuhurku.
Tak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa melakukan sholat bisa berubah
menjadi suatu perjuangan yang sangat berat.
Alloh menimpakan suatu
ujian tentu pada kapasitas hambaNya bukan? Itu yang kupikirkan saat itu.
Lalu aku membayangkan bagaimana dengan sholat-sholatku berikutnya
selama rasa nyeri ini belum hilang? Terlintas di pikiran untuk melakukan
sholat sambil duduk di kursi atau di pinggiran tempat tidur. Pokoknya
yang tak terlalu membuat banyak gerakan menekuk pada kaki. Bukankah
Alloh memberi kemudahan pada hambaNya untuk beribadah? Bila tak mampu
berdiri ketika sholat, maka duduklah. Bila tak mampu duduk, maka
berbaring. Bila tak mampu sama sekali, cukup dengan isyarat mata.
Aku
tergoda untuk melakukan sholat sambil duduk. Namun entah mengapa ada
pertentangan dalam hatiku. Aku tak tahu apakah yang kulakukan ini benar,
tapi hatiku berkata,’inilah saatnya membuktikan cintaku pada Alloh’.
Apakah ‘sedikit’ kesulitan ini membuat diri ini manja? Begitulah yang
terpikirkan. Masa sih cuma gini aja nggak bisa nahan?
Lalu aku
teringat kisah sholat nabi dan sholat putri nabi. Beliau-beliau bahkan
sholat hingga telapak kakinya membengkak. Aku merasa terusik dengan itu.
Beliau-beliau sudah memberikan contoh betapa ibadah untuk Kekasih
Tercinta bisa begitu dahsyatnya,hingga rasa bengkak di kaki tak
dipedulikan. Di manakah letak kekuatan mereka? Jujur ku tak tahu.
Aku
pun memantapkan diri,’baiklah! aku akan sholat sebagaimana aku sholat
biasanya.’ Aku tak boleh mengeluh ataupun jatuh lemah karena ‘sedikit’
nyeri yang sedang diujikan Alloh. Alloh pasti punya rencana dengan
memberi bonus rasa sakit ini.
Dan betul jua. Akhirnya selama satu
hari ibadah sholat fardlu 24 jam baru kurasakan nikmat yang sesungguhnya
dalam mendirikan sholat. Ya Alloh! tangisku dalam hati. Maafkan hambaMu
ini Ya Alloh! Rupanya aku lupa bersyukur bahkan dalam gerakan sholat
sekalipun. Ya, seperti kata temanku Bu Nisa di awal cerita tadi, gerakan
sholat yang aku lakukan hanyalah ritual gerakan tanpa makna. Asal
takbir, asal ruku’, asal sujud, bahkan bangkit dari sujud pun juga tak
berarti. Sementara dalam kesakitan ini, entah bagaimana dan darimana
munculnya, di hati ini terasa tersenyum pada setiap gerakan yang
disertai nyeri. Alhamdulillah..aku menikmati sekali sakit di sekujur
persendian tubuhku. Aku menggerakkan badan ini dengan penuh khidmat,
penuh rasa syukur. Subhanalloh, kusyukuri rasa itu, kusyukuri aku bisa
merasakan itu, bahwa itu artinya tubuhku masih bisa merasa, bahwa diri
ini sebenarnya masih hidup. Tapi mengapa gerakan sholatku selama ini
seperti robot tak berjiwa? Hingga kemudian aku berpikir,aku selama ini
lupa mensyukuri betapa mudahnya aku melakukan sholat dengan tegak,
betapa mudahnya kutekukkan lutut untuk sujud, betapa mudahnya
menempatkan –maaf- pantat ketika posisi duduk tahiyat. Masya Alloh
rasanya ketika aku duduk tahiyat, baik tahiyat awal maupun tahiyat
akhir. Nyeriiii sekali!
Namun aku tak mau menyerah. Kulambatkan tempo
gerakan sholatku. Aku betul-betul menikmatinya. Mungkin cerita ini
terasa berlebihan, tapi aku sungguh menikmatinya. Ya, seperti yang
kukatakan tadi, hati ini tersenyum bahagia di setiap nyeri dalam tiap
gerakan. Aku tahu aku belum bisa khusyuk dalam sholat, masih jauh dari
sempurna. Namun yang aku tahu pasti, kini setelah rasa sakit itu hilang
dan tubuhku kembali sehat seperti sedia kala, sholatku terasa berbeda.
Ada rasa syukur dalam setiap gerakanku. Alhamdulillah..aku bisa berdiri
tegak. Alhamdulillah aku bisa ruku’ dengan lurus. Alhamdulillah aku bisa
sujud. Alhamdulillah aku bisa duduk. Tak bisa kubayangkan orang-orang
yang tak bisa melakukan sholat dengan gerakan yang utuh karena sakit
seperti stroke atau lumpuh selamanya. Ya Alloh, Maha Besar Engkau.
Kusyukuri nikmatMu dalam badan ini, dalam tubuh rapuh ini. Maka aku tak
habis pikir, kenapa masih banyak orang yang badannya sehat tapi tak mau
sholat ya? Karena buatku, tak mensyukurinya seperti penghinaan terhadap
Dzat yang sudah menciptakan kita. Sholat fardlu adalah wajib, berarti
adalah HAK Alloh yang perlu ditunaikan di sini. Apa yang disombongkan
manusia-manusia yang tak mau sholat ya?
Seorang ustad berkata,
manusia ini ibaratnya adalah WC berjalan. Dari lubang kemaluan dan
dubur, yang kita keluarkan adalah air seni dan kotoran. Dari lubang di
kulit (pori-pori) kita mengeluarkan keringat. Dari lubang hidung, tahu
sendiri kan, yang keluar kalau bukan ingus ya upil. Mata kita pun bila
bangun tidur mengeluarkan kotoran, demikian juga lubang telinga. Ya!
Tubuh kita ini hanya mengeluarkan yang kotor-kotor saja, berbeda dengan
lebah yang mengeluarkan madu. Tinggal lubang mulut, seringnya pun yang
keluar bukanlah yang baik-baik. Yang ghibah lah, yang fitnah lah, yang
umpatan lah. Lalu apa sebenarnya yang masih disombongkan manusia ya?
Tak
perlu aku jawab pertanyaan itu, karena aku sendiri masih jauh dari
sempurna dalam ibadah pada Alloh azza wa jalla.
Biarlah itu menjadi bahan renungan untukku, untuk tetap melaksanakan
sholat maupun ibadah lainnya dengan penuh syukur karena diberi kemampuan
untuk melakukannya. Kutahu sholatku belum sempurna, namun sakit itu
telah mengubahku di dalam, bahwa syukur itu juga ada di dalam gerakan
sholat.
(y)
BalasHapusTrima kasih jempolnya ^_^
BalasHapus