Kamis, 01 Februari 2018

KEHARAMAN BABI

By ust. Hafidin Achmad Luthfie

Allah swt mengharamkan babi dalam Al-Qur`an pada empat tempat saja. Dalam Surat Al-Baqoroh ayat 173, Surat Al-Maidah ayat 3, Surat Al-An'aam ayat 145, dan Surat An-Nahl ayat 115.

Ketika Allah swt mengharamkan babi dalam Al-Qur`an di Jazirah Arobiyyah saat itu tak ada sama sekali binatang tersebut.

Bangsa Arab di masa jahiliyah tak pernah satu kalipun menyebut babi dalam syair dan prosa mereka sebagaimana  mereka menyebut binatang-binatang ternak yang lain. Hal ini menunjukkan babi tak ditemukan di tengah lingkungan dan kehidupan mereka. Serta tak ditemukan dalam sejarah bangsa Arab sejak zaman Nabi Ibrahim as sampai Nabi Muhammad saw.

Satu-satunya kabilah Arab yang memelihara dan makan babi adalah Bani Taghlib sebuah puak (pecahan) dari Bani Bakar bin Wail keturunan dari Robi'ah. Kabilah ini beragama nashrani. Menurut para ahli tarikh awalnya mereka hidup di Jazirah Arobiyyah. Namun sejak abad ke 7 masehi mereka sudah migrasi ke Iraq.

Dan ketika Nabi Muhammad saw hijrah ke Yatsrib ("Madinah Munawwaroh") di sana tak ada kabilah Arab yang memelihara dan makan babi. Bahkan kaum yahudi di Yatsrib pun tidak memelihara dan makan babi karena syariat mereka mengharamkannya.

Karena itu, sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw belum pernah melihat binatang babi.

Menariknya Allah swt mengharamkan makan babi justru sejak fase dakwah Islam di Makkah. Sejak dini Islam sudah melarang dan mengharamkan babi. Surat An-Nahl dan Surat Al-An'aam yang diantara ayatnya melarang dan mengharamkan makan babi adalah surat makkiyyah; turun sebelum hijrah. Mengapa diharamkan padahal di Makkah tak ada satu ekor pun babi? Mengapa diharamkan padahal tak ada orang quraiys yang makan babi? Sangat unik terdapat ayat makkiyyah yang bicara tentang tasyri'. Dan tasyri' itu tentang larangan makan babi.
Menarik juga setelah hijrah ke Yatsrib Allah swt menguatkan larangan makan babi. Allah swt turunkan Surat Al-Baqoroh dan Surat Al-Maidah. Mengapa diharamkan makan babi sementara di Kota Yatsrib tak ada babi? Mengapa diharamkan sementara bangsa Arab dan bangsa yahudi di sana tak ada yang makan babi?

Bangsa Arab tak makan babi karena syariat Nabi Ibrahim as mengharamkan babi. Ini adalah diantara syariat Nabi Ibrahim as yang masih dijaga bangsa Arab di masa jahiliyah.

Dan menarik juga semua ayat yang melarang dan mengharamkan babi justru sebelum ditaklukkannya Persia dan Romawi.

Inilah salah satu kemukjizatan Al-Qur`an. Al-Qur`an sesungguhnya ingin mengkhabarkan tentang kondisi babi di akhir zaman. Al-Qur`an sebenarnya tengah mengkhithob generasi umat Islam modern. Karena babi di masa kekuasaan dan kejayaan Islam tak dipelihara dan dijumpai serta dimanfaatkan kaum muslimin di negeri mereka. Namun justru sekarang babi adalah binatang yang termasuk paling besar populasinya di dunia. Dan produk industri yang berasal dari babi justru paling luas sebarannya dalam kehidupan manusia modern termasuk di tengah umat muslim.

Produk olahan makanan, minuman, kesehatan, kerumahtanggaan dll kebanyakan berasal atau bersinggungan dengan babi.

Babi ini bukan sekadar haram dimakan namun juga haram diperjualbelikan serta dimanfaatkan.

Nabi Muhammad saw bersabda:

إن الله إذا حرم على قوم أكل شيء حرم عليهم ثمنه

Artinya: "Sesungguhnya Allah bila mengharamkan atas suatu kaum makan sesuatu Dia juga haramkan atas mereka harganya."

Babi yang haram bukan hanya dagingnya. Al-Qur`an menyebut "daging babi" saja bukan berarti boleh konsumsi tulangnya, lemaknya, kulitnya, enzim-enzim serta zat-zat yang berasal dari organnya. Al-Qur`an bicara berdasarkan "aghlabiyyah" atau kebiasaan sebagian manusia di daerah tertentu. Biasanya yang diambil dari babi adalah dagingnya. Dalam kaedah ilmu ushul fiqh dikatakan:

ذكر بعض أفراد العام بحكمه لا يخصصه

Artinya: "Menyebutkan sebagian satuan-satuan dari yang umum dengan hukumnya tidak berarti mengkhususkannya."

BEDA ATAU SAMA ?

Pernikahan itu bukan tentang menyatukan dua insan dalam satu cara pikir yang sama. Kalau yang dimaksudkan menyatukan itu adalah menyatukan visi ke jannah, itu betul. Tapi kalau menyatukan dua kepribadian yang berbeda dalam satu perilaku dan sikap, ya jelas ga bakal ketemu.

Tak hanya sekali seorang istri berkeluh kesah ke saya, kenapa suami saya koq ga sejalan sama saya ya bun?
Sejalan dalam hal apa, tanya saya.
Ternyata sejalan dalam hal memandang masalah.
Bagi si istri, masalah yang tengah mereka hadapi itu masalah yang besar dan dia butuh wujud nyata dari suami bahwa sang suami memenuhi komitmennya untuk berubah.
Tapi di mata sang istri, suaminya terlihat santai dan memandang masalah ini bisa diselesaikan dengan mudah. Atau dengan kata lain, dianggap dah beres. Istrinya kekeuh kalo masalah itu belum beres.

Nyesek?

Pastinya. Saya bacanya nyesek. Bukan nyesek karena suami perempuan tersebut tak kunjung berubah. Tapi nyesek dengan pola pikir istri tersebut.

Tak jarang sebagian dari kita memasang standar terlalu tinggi terhadap orang lain, terutama terhadap pasangannya. Dan ketika pasangannya tak memenuhi standar yang diinginkannya, yang ada adalah kekecewaaan.
Dari dulu yang namanya menggantungkan harap ke manusia itu pasti banyakan kecewanya. Karena kita ngukurnya pake standar manusia.
Kenapa tak kita ubah pola pikir kita untuk tak memasang standar tinggi ke pasangan?
Punya pasangan yang belum ngaji, belum jadi imam yg baik, atau belum jadi istri yg baik, dah mengeluh. Protes kenapa pasangannya tidak mau diubah.

Jangan mencoba mengubah pasangan. Karena itu tak mungkin. Apalagi teruntuk para istri. Jangan sekali-sekali menggurui suami. Wah bisa pecah perang dunia ketiga kalau seperti itu. Ingat, yang bisa mengubah pasangan kita cuma Allah. Kenapa tak berusaha lebih legowo terhadap kekurangan pasangan? Kenapa tak berusaha kencengin doa untuk pasangan? Setiap kita pasti ada kekurangan. Bukan pasangan kita aja. Kita pun pasti ada kekurangan. Tapi jangan mengharap orang lain menerima kekurangan kita kalau kita sendiri belum bisa menerima kekurangan orang lain, apalagi ini pasangan kita sendiri.

Suami istri itu dua pribadi yang berbeda. Ga mungkin punya isi kepala yang sama. Lah wong selera makannya aja bisa beda koq. Saya sama suami saya itu kepribadiannya bertolak belakang banget. Saya tipenya kerja cepat, suami tipenya kerja lambat tapi teliti. Cepatnya saya dalam mengerjakan hal2 di rumah, tentunya punya kekurangan. Suka ga teliti dan suka lupa. Nah itu bagiannya suami saya yang lebih teliti. Misal, kalau mau pergi keluar kota, saya maunya itu persiapan barang bawaan jangan lama-lama. Wes ayo cak cek ndang berangkat. Kalo kelamaan berangkat ntar di jalan makin lama n makin capek. Tapi suaminya saya woles banget. Tenang..kalem..yang duduk dulu, yang ke belakang dulu, yang ngecek air dulu, ngecek ini itu. Dulu saya suka geregetan ama suami. Tapi lambat laun akhirnya sadar, ini dua pribadi yang berbeda. Jangan mengharap bisa punya minat yang sama. Yang ada malahan capek hati dan lelah bodi. Ga ketemu-ketemu dan muncul konflik terus. Dan sungguh, begitu kita bisa mengubah mindset kita untuk mudah menerima perbedaan yang ada di antara kita dan pasangan, hidup menjadi lebih woles dan kalem.

Contoh lain soal masakan. Saya dulu nih bisa mutung diem berhari-hari kalo makanan yg saya masak ga dimakan suami pas dia pulang kerja, dengan alasan dah makan di kantor sebelumnya. "Diih...ga ngerti apa. Dah capek-capek mikir mau masak apa hari ini, nyiapin ini itu, belanja ini itu, kluthekan di dapur, eh taunya ga dimakan. Zebel..!"
Trus GTM beberapa hari ke doi. Sementara doi ga ngerti kalo istrinya GTM. Konyol kan? Dah abis energinya buang mutung eh yang dinesuin ga rumangsa hahaha...

Akhirnya saya ubah mindset. Saya review cara pikir saya. Mungkin kekecewaan ini karena terlalu banyak berharap dari makhluq. Tapi lupa berharap pada Sang Khaliq.
Di saat kita susah payah menyiapkan makanan untuk suami tapi pas suami pulang saking lelahnya trus langsung istirahat tanpa menyentuh makanan, apa lantas setiap jerih payah kita sedari pagi itu luput dari catatan Allah? Ndak kan? Kan kalo diniatkan ibadah in sya Allah jadi catatan amal. Urusan nantinya ga dimakan ya udah. Ambil sisi positif yang lain. Bersyukur bahwa hari ini suami masih bisa pulang dengan selamat tak kurang suatu apapun. Itu kalo dilakukan in sya Allah hidup bisa lebih nyaman.

Mengharap pasangan bisa berubah baik itu tak salah. Tapi lakukan pengharapan itu secara benar. Berharaplah hanya kepada Allah. Mengingatkan secara lisan juga diperbolehkan. Tapi ingat adab. Doakan pasangan kita agar menjadi qurrota a'yun. Itu bukan hal yg sulit kan bagi Allah untuk mengubah pasangan kita? Tapi bila saat ini Allah belum berkehendak mengubahnya, maka jangan kecewa. Mungkin itu ujian buat kita.

Teruslah bersabar sembari berharap bahwa setiap kesabaran kita ini akan bernilai pahala di sisi Allah subhanahu wa ta'ala.

^_^

*kalimat terakhir mengutip dari ustadz Oemar Mita*