Jumat, 03 November 2017

BAHASA SEBAGAI PERADABAN

Seorang ustadz pernah memberi nasihat dalam kajiannya, jangan sekali-kali merusak bahasa. Karena bahasa menunjukkan tingginya peradaban. Penggunaan bahasa gaul, bahasa yg disingkat, akan menurunkan kualitas peradaban bangsa itu sendiri. Lihatlah peradaban masa lalu yang masyhur. Semuanya tak lepas dari kualitas bahasa yang tinggi.
Siang ini keinget hal itu manakala membaca pesan whatsapp dari seorang guru yang menggunakan bahasa yang disingkat-singkat dan tidak formal. Padahal ditujukan ke wali murid dalam grup.
Ini sangat disayangkan. Memang ini hanya oknum, tapi sangat miris bila seorang guru memandang enteng pemilihan kata dalam kalimat. Tidak bisa membedakan kapan suasana formal kapan non formal. Lalu bagaimana kita mengharap siswa bisa memiliki kualitas yang baik? Bagaimana kita mengharap siswa yang lulus dari sana akan menjadi generasi yang memimpin peradaban?

Kondisi ini menjadikan saya paham, akar dari sumber permasalahan rendahnya kualitas siswa masa kini. Sumbernya ada di pendidik. Tak hanya guru, termasuk juga orang tua. Terlalu menganggap kecil urusan bahasa. Sayangnya hal yang dianggap kecil ini efeknya besar loh. Ke adab dan akhlaq anak didik. Salah satu anak saya masuk dalam grup ekskul yang di dalamnya ada salah satu guru pembimbing ekskul tersebut. Sesekali saya mengecek aktifitas grup tersebut. Dan subhanallah...percakapan dalam grup itu seolah tak pernah menganggap ada guru di sana. Bahasa yang digunakan cenderung kasar dan kurang ajar, meskipun itu ditujukan ke sesama teman. Tapi buat saya tak ada adabnya terhadap guru. Dan yang lebih mengherankan, guru tersebut tidak bereaksi apa-apa. Entah mungkin chat yang tertimbun itu tak pernah dibaca dan langsung menekan tombol clear chat. Entahlah. Yang jelas ada pembiaran di sana. Ya tidak heran bila kualitas adab dan bahasa anak sekarang bisa saya katakan jauh dari beradab. Sangat menyedihkan.

Melihat hal seperti itu membuat saya kecewa dan merasa tak berdaya. Generasi kita seperti liar tak terkendali. Diawali hal-hal yang sederhana itu tadi, adab berbahasa. Jangankan paham adab berbahasa kepada guru, adab berbahasa yang baik dan benar mungkin sudah langka di anak-anak kita. Dan itu pun diawali di gurunya yang tak memberikan contoh yang baik.

Saya merindukan sosok guru yang tegas pada muridnya. Yang lantang mengingatkan agar jaga cara bicara. Agar jaga sikap saat berhadapan dengan guru.
Saya merindukan itu.
Tapi sepertinya sebagian guru di masa kini seperti tak tahu harus berbuat apa dan memulai dari mana untuk mengubah murid-muridnya. Yang tersisa hanyalah sikap skeptis. Sehingga ketika ditawarkan solusi ats permasalahan itu reaksinya malah cenderung apatis.

Qua vadis peradaban?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar