Selasa, 17 Oktober 2017

PILIHAN DAN KEKUATAN

Bismillah

Pagi ini perjalanan mengantar si bungsu sudah terasa ga enak. Mesin motornya beberapa kali seperti tersendat saat saya mau mengegas lajunya. Tapi saya tak ambil pusing. Tetep jalan seperti biasanya. Tapi feeling saya sudah saya anggap alarm sehingga saya banyak mengambil jalan tepi alih-alih jalan agak ke tengah. Dan ternyata benar, mendekati tanjakan sebelum makam Pondok Ranggon tiba-tiba mesin mati sendiri. Karena sudah feeling tadi, kaki kiri saya buru-buru menginjak kopling agar laju tidak terhenti tiba2 hingga sampai ke tepi jalan.

Beberapa kali mencoba menstarter mesin, tak kunjung menyala. Sembari memencet tombol starter sembari saya berpikir bagaimana caranya agar si bungsu bisa sampai di sekolahnya tanpa terlambat. "Ada ga ya yang bisa ditebengi si bungsu?", begitu yang terlintas di pikiran saya. Kaki saya mulai kecapekan menstarter mesin secara manual dalam usaha menyalakan mesinnya.

Lalu seseorang berhenti di samping saya dan bertanya, "Motornya kenapa bu? Mogok?"
Seorang ibu menepi dan menanyakan hal itu ke saya. Wajahnya sama sekali tak saya kenal.

"Iya bu, mogok. Ga tau ini kenapa ga mau distarter."

"Anaknya saya antar aja sini."

Agak terdiam saya karena bingung.

"Saya anterin ke sekolah. Di Mts ** kan?" ulangnya lagi.

"Eeh...iya bu"

"Hayuk saya anter. Anak saya juga sekolah di situ. Ini abis anter dia", ujarnya.

"Ga ngerepoti bu?" tanya saya.

"Gapapa.."

"Ma sya Allah, terima kasih banyak ya bu. Ibu namanya siapa? Anak ibu kelas berapa?"
"Saya ***** bu. Anak saya kelas 7*" jawabnya dengan tersenyum.
Saya lalu menghadap ke si bungsu dan menuntunnya ke motor ibu itu.
"Hati-hati ya" kata saya ke si bungsu yang salim cium tangan dan cium pipi kiri saya.
"Ibu..terima kasih banyak ya buu. Barokalloh. Jazakillahu khoyr", ucap saya buru-buru ke ibu tersebut karena waktunya sudah mepet menjelang masuk sekolah.
"Iya bu, sama-sama"

Mereka pun melaju meninggalkan saya bersama si kuda besi yang lagi mogok.
"Fii amanillah" bisik saya lirih menitipkan anak saya ke Sang Maha Penjaga.

Mungkin kalau saya pikir-pikir lagi perbuatan saya menitipkan anak saya ke orang yang tak dikenal tadi sangatlah sembrono. Dan sangat tidak saya sarankan kepada siapapun yang membaca tulisan ini.
Tapi ijinkan saya juga berbagi apa yang membuat saya begitu percaya pada ibu tersebut. Iya ya, kenapa saya begitu saja percaya sama ibu itu?

Karena saya pernah melakukan hal yang sama beberapa bulan yang lalu.

Ya, beberapa bulan yang lalu saya pernah mengantarkan 2 gadis remaja yang motornya mogok dalam perjalanannya ke sekolah. Saya sempat melewati mereka di pinggir jalan. Melihat wajah kebingungan mereka karena motor yg ga idup-idup distarter maka saya memutuskan kembali mendatangi mereka.
Tadinya mereka ragu saya anter karena bingung dg motor mereka. Dan mungkin juga takut karena sama sekali ga kenal saya. Syukur alhamdulillah lokasi mereka mogok dekat dengan bengkel langganan saya. Saya kenal ibu pemilik bengkel itu. Kebetulan bengkelnya udah buka. Saya bilang ke ibu bengkel utk titip motor ini. Biar nanti ibu kedua anak tersebut yang mengambilnya nanti. Barulah kedua gadis itu percaya dan mereka pun akhirnya tiba di sekolah mereka tanpa terlambat.

Mata saya berkaca-kaca mengingat kejadian itu saat menatap si bungsu yang perlahan menjauh diantar seorang ibu baik hati. Betapa Allah sangat menjaga hambaNya. Allah Maha Memelihara hambaNya. Itu yang saya pikirkan pagi tadi. Ma sya Allah...
Cuma itu yang saya pikirkan. Itu juga yang membuat saya percaya bahwa Allah menjaga anak saya.

Ya walaupun demikian ketika kuda besi saya akhirnya bisa dinyalakan lagi setelah saya menemukan bengkel dekat itu (lagi-lagi pertolongan Allah bahwa mogoknya deket bengkel dan bengkelnya udah buka pula), saya tetap meneruskan perjalanan ke sekolah si bungsu untuk memastikan bahwa ank saaya memang sampai di sekolahnya. Dan menemukan wajahnya di dalam kelas sedang menyimak pelajaran membuat saya merasa bersyukur luar biasa.

Alhamdulillaahilladzii bi ni'matihi tatimmush shoolihaat.

"Fa innama'al 'usri yusro. Innama'al 'usri yusro"
Ayat di atas jadi terasa sekali maknanya. Kesulitan selalu bersanding dengan kemudahan. Kesulitan saat mogok tapi bersanding dengan kemudahan si bungsu berangkat sampai ke sekolah, dan kemudahan dekat dg bengkel. Plus kemudahan bawa uang cukup utk bayar ganti busi baru.

Dan siang tadi, mengenang kejadian mogok di pagi hari membuat saya merenungi beberapa hal. Dalm hidup, ada kejadian-kejadian yang memang sudah ditakdirkan untuk terjadi. Dan kejadian itu merupakan potongan-potongan dari rangkaian kejadian yang menentukan nasib kita kelak. Maksudnya begini. Seringkali Allah menempatkan satu hambaNya di satu posisi sulit untuk menjadi satu ladang pahala bagi hambaNya yang lain. Nah, Allah sudah memberi pilihan pada hambaNya. Akankah mengambil peluang melakukan perbuatan baik atau tidak. Tidak masalah bila si fulan tidak mengambil peluang itu. Akan ada fulan-fulan lain yang berani mengambilnya. Pun pada hambaNya yang diposisikan sulit tadi, Allah hendak mengujinya. Bagaimana respon dia dalam kesulitan itu. Bersabar? atau berkeluh kesah?

Dan sang penolong akan ditolong, oleh penolong baru. Yang nantinya penolong itu akan ditolong pula. Kebaikan itu akan terduplikasi.

Begitulah..

Semua itu dalam pikiran saya seperti rantai yang sambung menyambung menjadi satu.

It's about choice.

It's about action.

Mungkin di saat yang sama Allah ingin mengajari saya tentang suatu hal di mana beberapa hari yang lalu saya membuat satu keputusan berdasarkan pertimbangan emosional. Tapi untungnya keputusan itu belum sempat tersampaikan. Suratnya masih tersimpan rapi di dalam tas hehehe.... Surat apa ituu? Ra-ha-si-a, hahaha...

Baiklah, saat ini saya akan bertahan. Selagi diberi kesempatan memiliki "tangan untuk mengubah" akan saya gunakan "tangan" itu semaksimal mungkin untuk kebaikan walau saya tak nyaman berada di dalamnya.
Karena saya punya kekuatan untuk memilih.

Dan karena pilihan itu saya bisa punya kekuatan.

-ECP-

17 Oktober 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar