Jumat, 25 Agustus 2017

DI BALIK NYERI (SAKIT) ADA SYUKUR

22 April 2010

Kemarin aku kedatangan seorang teman,sebut saja namanya Bu Nisa.Lama tak jumpa dia curhat masalah yang sedang dihadapinya.Masalah keluarga yang menurut dia sangat pelik apalagi dalam kondisi dia sedang hamil anak keduanya.Bahkan berat tubuhnya turun drastis beberapa kilo akibat memikirkan masalah ini.
Mendengarkan curhat seorang sahabat,dengan segala keluhan dari Bu Nisa membuatku termenung. Aku terus terang merasa kasihan dengan Bu Nisa. Dia merasa terpengaruh sekali dengan masalah keluarganya. Hingga dia katakan sholat yang dilakukannya selama ini hanya menjadi ritual saja.Kalau istilah jawanya dia bilang cuma “jengkang jengking”. Hanya gerakan badan tanpa arti. Subhanalloh..betapa meruginya Bu Nisa,aku berseru dalam hati. Betapa malangnya dia, sholat terasa hampa, permohonan doanya pada Sang Khalik sepertinya sia-sia,itu menurut pengakuannya.
Lalu aku jadi teringat pada apa yang menimpa diriku sendiri. Beberapa waktu yang lalu aku sempat diuji Alloh menderita sakit selama seminggu. Ada satu hari selama aku sakit itu aku terserang nyeri sendi yang hebat. Awalnya aku tak mengira penyakit campak yang aku derita saat itu akan merembet ke nyeri sendi. Apalagi di saat kondisiku mulai membaik, tiba-tiba lututku terasa sakit ketika ditekuk. Saat melakukan sholat subuh, nyeri itu belum terasa,namun seiring matahari mulai meninggi sakit itu pun datang. Hingga tiba waktunya sholat dhuhur.
Pertama yang aku notice adalah jari-jari tanganku, seperti pegel sekali bila digunakan untuk menggenggam. Sambil mengenakan mukenaku, kugerakkan jari-jari tangan secara perlahan untuk meyakinkan diriku bahwa memang ada rasa sakit di situ. Kugenggam, kubuka, kugenggam lagi, kubuka lagi telapak tanganku. Ah,biarlah,sekarang waktunya sholat,pikirku.
Rakaat pertama belum terasa apa-apa. Baru ketika aku ruku’, sengatan nyeri muncul di sepanjang belakang kakiku seiring kubungkukkan tubuhku ke depan. Bagian belakang lututku terasa panas di seluruh urat-uratnya, seperti ditarik dengan paksa. Aku sedikit kaget dengan sakit yang tiba-tiba datang itu. Aku agak sedikit mengernyitkan kedua alis mataku, menahan sakitnya.
Gerakan berikutnya adalah I’tidal. Dalam mengendalikan rasa nyeri supaya tak mempengaruhi konsentrasiku saat sholat, kutegakkan tubuhku dengan perlahan untuk mencapai posisi berdiri yang sempurna. Kedua telapak kakiku mulai nyeri juga,seperti kesemutan dan menginjak permukaan dengan banyak jarum.
Nafasku mulai terengah-engah. Ya,Alloh! pekikku dalam hati.Apa yang sedang terjadi? tanyaku pada diri sendiri. Aku berdiri agak lama untuk mengatur nafas dan memusatkan pikiranku pada hamparan sajadah yang terbentang di hadapanku. Tiba waktunya sujud. Dan Subhanalloh!!! Aku hampir memekik. Seiring dengan kubungkukkan tubuhku untuk bersujud, daerah lutut dan pahaku seperti tersengat ribuan jarum. Sakit sekali. Sampai-sampai aku menahan tumpuan tubuh pada kedua telapak tangan ini. Aku baru meletakkan satu lututku secara perlahan. Itupun dengan menahan rasa nyeri sekuat tenaga. Aku bahkan menahan nafas demi mengurangi rasa nyeri. Jadi gerakan sujud itu kulakukan dengan cara menapakkan telapak tanganku terlebih dulu, lalu disusul lutut kuletakkan satu persatu, baru dahi ini kutempelkan di sajadah. Badanku mulai gemetar. Bibir ini melantunkan doa dalam setiap gerakan sholatku dengan terbata-bata,tergetar sembari menahan nafas. Konsentrasiku pecah. Aku tak bisa memfokuskan ke dalam bacaan maupun gerakan sholat. Hatiku pun menyerukan Alloh..Alloh..Alloh. 
Tak berhenti sampai di situ, gerakan duduk malahan lebih buruk. Rasa nyeri pada lutut saat sujud tadi terasa berlipat sakitnya. Aku tak bisa menegakkan tubuhku pada posisi duduk itu, agak condong ke depan dengan harapan mengurangi sengatan rasa itu. 
Sampai akhir sholat, rasa nyeri semakin menjadi. Aku tak tahu apakah sholatku ada artinya, entahlah. Aku tak mau berburuk sangka kepadaNya. Aku sudah berusaha sekuat tenaga, semampuku untuk melaksanakan sholat dhuhurku. Tak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa melakukan sholat bisa berubah menjadi suatu perjuangan yang sangat berat. 
Alloh menimpakan suatu ujian tentu pada kapasitas hambaNya bukan? Itu yang kupikirkan saat itu. Lalu aku membayangkan bagaimana dengan sholat-sholatku berikutnya selama rasa nyeri ini belum hilang? Terlintas di pikiran untuk melakukan sholat sambil duduk di kursi atau di pinggiran tempat tidur. Pokoknya yang tak terlalu membuat banyak gerakan menekuk pada kaki. Bukankah Alloh memberi kemudahan pada hambaNya untuk beribadah? Bila tak mampu berdiri ketika sholat, maka duduklah. Bila tak mampu duduk, maka berbaring. Bila tak mampu sama sekali, cukup dengan isyarat mata.
Aku tergoda untuk melakukan sholat sambil duduk. Namun entah mengapa ada pertentangan dalam hatiku. Aku tak tahu apakah yang kulakukan ini benar, tapi hatiku berkata,’inilah saatnya membuktikan cintaku pada Alloh’. Apakah ‘sedikit’ kesulitan ini membuat diri ini manja? Begitulah yang terpikirkan. Masa sih cuma gini aja nggak bisa nahan?
Lalu aku teringat kisah sholat nabi dan sholat putri nabi. Beliau-beliau bahkan sholat hingga telapak kakinya membengkak. Aku merasa terusik dengan itu. Beliau-beliau sudah memberikan contoh betapa ibadah untuk Kekasih Tercinta bisa begitu dahsyatnya,hingga rasa bengkak di kaki tak dipedulikan. Di manakah letak kekuatan mereka? Jujur ku tak tahu.
Aku pun memantapkan diri,’baiklah! aku akan sholat sebagaimana aku sholat biasanya.’ Aku tak boleh mengeluh ataupun jatuh lemah karena ‘sedikit’ nyeri yang sedang diujikan Alloh. Alloh pasti punya rencana dengan memberi bonus rasa sakit ini.
Dan betul jua. Akhirnya selama satu hari ibadah sholat fardlu 24 jam baru kurasakan nikmat yang sesungguhnya dalam mendirikan sholat. Ya Alloh! tangisku dalam hati. Maafkan hambaMu ini Ya Alloh! Rupanya aku lupa bersyukur bahkan dalam gerakan sholat sekalipun. Ya, seperti kata temanku Bu Nisa di awal cerita tadi, gerakan sholat yang aku lakukan hanyalah ritual gerakan tanpa makna. Asal takbir, asal ruku’, asal sujud, bahkan bangkit dari sujud pun juga tak berarti. Sementara dalam kesakitan ini, entah bagaimana dan darimana munculnya, di hati ini terasa tersenyum pada setiap gerakan yang disertai nyeri. Alhamdulillah..aku menikmati sekali sakit di sekujur persendian tubuhku. Aku menggerakkan badan ini dengan penuh khidmat, penuh rasa syukur. Subhanalloh, kusyukuri rasa itu, kusyukuri aku bisa merasakan itu, bahwa itu artinya tubuhku masih bisa merasa, bahwa diri ini sebenarnya masih hidup. Tapi mengapa gerakan sholatku selama ini seperti robot tak berjiwa? Hingga kemudian aku berpikir,aku selama ini lupa mensyukuri betapa mudahnya aku melakukan sholat dengan tegak, betapa mudahnya kutekukkan lutut untuk sujud, betapa mudahnya menempatkan –maaf- pantat ketika posisi duduk tahiyat. Masya Alloh rasanya ketika aku duduk tahiyat, baik tahiyat awal maupun tahiyat akhir. Nyeriiii sekali!
Namun aku tak mau menyerah. Kulambatkan tempo gerakan sholatku. Aku betul-betul menikmatinya. Mungkin cerita ini terasa berlebihan, tapi aku sungguh menikmatinya. Ya, seperti yang kukatakan tadi, hati ini tersenyum bahagia di setiap nyeri dalam tiap gerakan. Aku tahu aku belum bisa khusyuk dalam sholat, masih jauh dari sempurna. Namun yang aku tahu pasti, kini setelah rasa sakit itu hilang dan tubuhku kembali sehat seperti sedia kala, sholatku terasa berbeda. Ada rasa syukur dalam setiap gerakanku. Alhamdulillah..aku bisa berdiri tegak. Alhamdulillah aku bisa ruku’ dengan lurus. Alhamdulillah aku bisa sujud. Alhamdulillah aku bisa duduk. Tak bisa kubayangkan orang-orang yang tak bisa melakukan sholat dengan gerakan yang utuh karena sakit seperti stroke atau lumpuh selamanya. Ya Alloh, Maha Besar Engkau. Kusyukuri nikmatMu dalam badan ini, dalam tubuh rapuh ini. Maka aku tak habis pikir, kenapa masih banyak orang yang badannya sehat tapi tak mau sholat ya? Karena buatku, tak mensyukurinya seperti penghinaan terhadap Dzat yang sudah menciptakan kita. Sholat fardlu adalah wajib, berarti adalah HAK Alloh yang perlu ditunaikan di sini. Apa yang disombongkan manusia-manusia yang tak mau sholat ya? 
Seorang ustad berkata, manusia ini ibaratnya adalah WC berjalan. Dari lubang kemaluan dan dubur, yang kita keluarkan adalah air seni dan kotoran. Dari lubang di kulit (pori-pori) kita mengeluarkan keringat. Dari lubang hidung, tahu sendiri kan, yang keluar kalau bukan ingus ya upil. Mata kita pun bila bangun tidur mengeluarkan kotoran, demikian juga lubang telinga. Ya! Tubuh kita ini hanya mengeluarkan yang kotor-kotor saja, berbeda dengan lebah yang mengeluarkan madu. Tinggal lubang mulut, seringnya pun yang keluar bukanlah yang baik-baik. Yang ghibah lah, yang fitnah lah, yang umpatan lah. Lalu apa sebenarnya yang masih disombongkan manusia ya?
Tak perlu aku jawab pertanyaan itu, karena aku sendiri masih jauh dari sempurna dalam ibadah pada Sang Kekasih Hati, Alloh azza wa jalla. Biarlah itu menjadi bahan renungan untukku, untuk tetap melaksanakan sholat maupun ibadah lainnya dengan penuh syukur karena diberi kemampuan untuk melakukannya. Kutahu sholatku belum sempurna, namun sakit itu telah mengubahku di dalam, bahwa syukur itu juga ada di dalam gerakan sholat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar