Jumat, 25 Agustus 2017

KEAJAIBAN ISTIGHFAR by Ibnu Muhammad Salim (resensi buku)

19 Juni 2009

Pernah seorang pemuda mendatangi Rasulullah SAW dgn muka yg menahan malu dan berkata, "Ya Rasulullah, celakalah aku!" "Apa yg telah engkau lakukan?" jawab Rasulullah. "Dosaku teramat besar ya Rasul, dan tidak mungkin Allah mengampuniku." "Apakah dosamu lebih luas dari sahara?" "Tidak ya Rasulullah, bahkan dosaku lebih luas dari itu." "Apakah dosamu setinggi gunung Uhud?" "Tidak ya Rasulullah, bahkan lebih tinggi dari itu!" "Apakah dosamu sebesar bumi?" "Tidak ya Rasulullah, bahkan dosaku lebih besar dari itu!" "Apakah dosamu lebih besar dari daripada langit dan bumi? Ketahuilah, wahai pemuda, sesungguhnya ampunan Allah lebih luas dari semua yg ada, baik di bumi dan di langit."
Buku ini sudah saya miliki sejak tahun 2006. Sudah saya baca berulang kali, dan tidak ada bosannya saya membacanya. Saat membaca yg paling berkesan bagi saya pada bulan Ramadhan 2th yg lalu, ketika sedang menunggu datangnya saat tarawih di dalam masjid. Saya membaca buku ini. Dan ketika sampai pada bagian yg saya kutip di atas tadi, tiba-tiba air mata meleleh di pipi. Hati ini menjadi malu sendiri manakala menyadari bahwa diri ini yg sudah sedemikian bergelimang dosa,ternyata ampunan Allah justru lebih luas dari langit dan bumi!Sedih rasanya bila mengingat betapa diri terlalu sering meremehkan dosa yg dilakukan.
Buku ini saya masukkan dalam salah satu koleksi favorit saya, selain buku Menyingkap Rahasia Alam Langit dan Sandiwara Langit. Bukan karena ketebalan bukunya, covernya yg menarik, ataupun keistimewaan tema yg dibahas. Namun kesederhanaan bahasa yg dipakai oleh sang penulis. Ibnu Muhammad Salim sangat santun dalam hal mengingatkan (bukan menegur ataupun menggurui) tentang dalamnya arti Istighfar yg sebenarnya. Umumnya orang-orang menganggap istighfar itu sesuatu yg enteng untuk diucapkan. Padahal menurut Ali bin Abi Thalib-menantu Rasulullah- istighfar itu ada pada tingkatan yang sangat tinggi!Namun yg jamak kita lakukan, mengucapkan istighfar itu gampang, hanya di bibir tapi hati dan jiwa tak ikut istighfar. Astaghfirullah!
Saya suka sekali bagian kata pengantar dari buku ini, ketika si penulis mengungkapkan keraguannya untuk memulai penulisan buku tersebut dikarenakan perkataan Ali bin Abi Thalib r.a. tadi.Tapi kembali dengan segala kerendahan hati dan kesantunan tutur kata, beliau meneguhkan untuk menulis buku ini dan beliau berhasil (menurut saya) menyentuh titik hitam terdalam di hati saya yg belum pernah tersentuh oleh agungnya Istighfar. 
Pernahkah mendengar tentang taubatan nasuha?ternyata Nasuh adalah nama seorang pria feminin dan "berpayudara" seperti wanita sehingga dipanggil dgn Nasuha. Cerita pertobatan Nasuha inilah yg menjadi contoh taubat yg sebenar-benarnya dan kisah ini baru saya temui dalam buku ini.
Sekali lagi buku ini tidak menggunakan bahasa yg muluk-muluk (yg mungkin susah dijangkau pemikiran saya),tapi bahasa yg sederhana, jujur, namun mengena adalah kekuatan buku ini dalam menyentuh hati pembacanya. Kita dituntun untuk mengetahui cara beristighfar yang benar sehingga istighfar yg kita ucapkan tidak sia-sia sampai di mulut saja. Buku ini pun banyak mengutip kata-kata mutiara yg indah. Favorit saya di sini adalah puisi dari Abu Yazid Al Bisthami yg sungguh menggugah sanubari terdalam. Jadi, nikmati makanan qolbu ini, resapi arti Istighfar yg sebenarnya, dan bersiaplah mencurahkan airmata memohon ampunan dari Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar