Jumat, 25 Agustus 2017

MEHRUNNISA-the 20th Wife:by Indu Sundaresan (winner of Washington State Book Award) - resensi novel

14 Juni 2009

MEHRUNNISA. Matahari para wanita. Nama yg sangat pas ketika diberikan oleh sang ayah pada putri kecilnya yg baru lahir itu. Siapa sangka, putri kecilnya itu akan menghiasi sejarah India dengan menikahi Sultan Jahangir,Sultan keempat di kesultanan Mughal India. Nama Mehrunnisa mungkin tidak setenar nama yg muncul sesudahnya,namun dia justru menjadi cikal bakal sebuah legenda di India yg abadi sepanjang masa,yaitu Taj Mahal. Bahwa Sultan Jahangir yg menjadi suami Mehrunnisa adalah ayahanda dari Sultan Shah Jahan. Shah Jahan adalah sultan kelima dan yg mendirikan Taj Mahal untuk mengenang istrinya yg tercinta,Arjumand, yg merupakan keponakan dari Mehrunnisa.
Membaca novel ini membuat khayalan kita terbang ke masa India ratusan tahun yg lalu. Masa2 di mana wanita masih lebih seperti properti ketimbang partner bagi pria. Tinggal di zenana (hareem) merupakan suatu kehormatan bagi wanita masa itu, walaupun -syukur2- si sultan mau menyentuhnya 2 kali dalam setahun. Pernikahan yg terjadi tak lebih karena nuansa politis di tengah intrik2 kesultanan dan hubungan antar pejabat atau bangsawan.
Mehrunnisa hadir mendobrak kondisi itu. Tumbuh sebagai gadis kecil yg cerdas dari seorang ayah yg monogami (tidak mempunyai banyak istri atau selir yg jamak dilakukan pada masa itu), menjadikan sosoknya menonjol dan kritis dalam bersikap. Suatu hal yg sangat tak disukai oleh suami pertama Mehrunnisa yg seorang prajurit,dan merupakan pernikahan politis yg diatur oleh Sultan Akbar,ayah Sulatan Jahangir.
Anyway,bukan sejarah yg mau saya bahas di sini. Yang saya kagumi dari novel ini adalah kisah cinta yg begitu kuat dari sang sultan jahangir pada mehrunnisa semenjak dia remaja hingga akhirnya bisa menikahi Mehrunnisa setelah segala kejadian,intrik,tipu daya yg terjadi di sekitar kehidupan mereka.Tapi cinta itu tak pernah padam.Dan ternyata benar,cinta yg sesungguhnya dalam hati kita untuk seorang yg kita cintai tak kan pernah padam,meskipun sang sultan dikelilingi oleh sekitar 300 selir dan 19 istri, namun bayang2 Mehrunnisa tak pernah jauh dari hatinya. Wow,to feel the love that strong really takes my breath away!Bagaimana rasa saling menahan damba dalam hati, hanya bisa memandang dari kejauhan. Atau perasaan yg timbul ketika begitu dekat tapi tak dapat menyentuh, hanya menciptakan lubang dalam hati yg tak dapat diisi oleh siapapun sampai orang itu bisa kita miliki. Dan itulah yg membuat Mehrunnisa menjadi spesial dibanding istri2 sultan yg lain. Dia bisa dibilang egois. Dia tidak mau menjadi selir.Dia mau yg lebih dari itu,bukan dari segi harta dan kedudukan. Tapi lebih pada memiliki sang sultan seutuhnya sebagai lelakinya. Itu juga yg membedakan Mehrunnisa dari istri2 dan selir2 sultan. Ketika pernikahan2 yg terjadi pada sultan adalah pernikahan politis, maka hanya Mehrunnisa-lah wanita yg dinikahi karena dipilihnya sendiri. Bukan karena Mehrunnisa adalah anak sultan atau pun untuk hubungan antar kerajaan. Tapi betul2 karena cinta. 
Cinta yg dahsyat. Seluas langit,sedalam samudra. Tak lekang oleh waktu. Cinta Sultan Jahangir hanya untuk Mehrunnisa. Bukan untuk istri pertamanya, istri keduanya, atau selirnya yg paling cantik. Dan setelah menikahi Mehrunnisa pun sang Sultan tak menikah lagi,sehingga jadilah ia istri ke-20,the 20th wife,the last wife and last forever. Mehrunnisa memang sangat cantik. Tapi bukan itu saja yg membuat sang sultan jatuh hati. Sultan jatuh hati pada sosok wanita yg sesungguhnya. Wanita yg matang,dewasa, tau menempatkan dirinya sendiri dengan kepercayaan dirinya, menjadi dirinya sendiri apa adanya dan mencintai apa adanya. Dan cinta itu pun tak menuruti nafsu. Tapi mau menunggu bahwa pada saatnya,waktu itu akan tiba. Dan Mehrunnisa tau itu. Begitu juga sang sultan tau itu. Masa itu akhirnya tiba. Dan nama mereka pun tercatat dalam legenda,eventually.
Buku ini membuat pelajaran sejarah (yg sangat tidak saya sukai semasa sekolah) menjadi menarik untuk disimak. Indu Sundaresan memang layak memenangkan Washington State Book Award. Detil sejarah yg menjadi latar dalam buku ini benar2 nyata dan sesuai fakta. Bahwa pengkhianatan bisa terjadi di mana saja dan oleh siapa saja. Kawan jadi lawan, ayah dan anak saling bermusuhan memperebutkan mahkota kesultanan, para istri sultan saling memperebutkan kekuasaan di dalam zenana (hareem). Beberapa detil bahkan sangat sadis bagi saya, namun itulah fakta sejarah yg terjadi pada masa itu. Namun di luar itu semua, kekuatan cinta yg bertahan lebih dari 20 thn bagi sang sultan dan Mehrunnisa sebelum akhirnya bersatu untuk selamanya patut kita renungkan. Mengapa cinta itu tak pernah bisa hilang dari hati mereka walau sekian banyak orang silih berganti di sekeliling kehidupan mereka?Hanya Tuhan yg tau dan rahasia Tuhanlah yg bermain dalam takdir hidup mereka.
Untuk rekan yg suka bacaan lumayan berat karena diselingi sejarah kesultanan India, bacaan ini cocok untuk dijadikan koleksi. Dan buku ini lumayan berat dalam arti sebenarnya karena terdiri dari 500 lebih halaman yg membuat mata saya pedas dan ngantuk berat tapi penasaran abis. Epik dalam buku ini layak diacungi jempol. Saya jadi ingat film India judulnya Asoka. Nah,cerita Mehrunnisa ini lebih dahsyat dalam segi epik dibanding cerita Asoka tadi. But beyond all, the power of love in this story is surely a masterpiece to Indian history. So,enjoy reading guys!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar