Jumat, 25 Agustus 2017

START FROM YOURSELF

24 Desember 2008

Sudah berminggu-minggu ini dapur di rumahku mengandalkan operasinya dari minyak tanah. Kompor elpiji aku biarkan kosong gara2 harga tabung elpiji 12 kg yg di luar jangkauan dan yg sebanding harganya dengan yg 3 kg. Di samping itu, membeli minyak tanah ada kemudahan lain yaitu bisa membeli dengan mengecer.
Tapi sudah 2 hari sejak awal Desember ini stok minyak tanah di daerahku habis. Demikian juga di agen minyak dekat rumahku. Anehnya koq ya berbarengan dengan mulai diturunkannya harga bensin menjadi Rp 5500,- per tanggal 1 Desember 2008. Dengan sangat2 terpaksa aku pun kembali memanfaatkan elpiji yg lama walau membeli dengan hati yg gondhok (eh, gak boleh yaa..). Yaah,demi kelangsungan dapurku tentunya.
Ada cerita menarik waktu si tukang becak yang mengantarkan elpiji pesanan tiba di rumah. Sebut saja si Fulan, dia ini yang notabene pegawai delivery (halah,delivery!) mengeluhkan kelangkaan minyak tanah di tempatnya bekerja, karena adiknya juga mengandalkan dari minyak tanah tersebut untuk memasak sehari-hari. Sebenarnya aku yg mulai memancing dia dengan menanyakan sebab2 habisnya stok minyak di situ. Dia menjawab gak tahu menahu sebabnya. Namun si Fulan ini malah akhirnya memberi info berharga ttg nakalnya agen tempat dia bekerja. Lokasi agen yang di tengah2 pemukiman warga sebenarnya sudah sangat strategis untuk memperoleh pasar pelanggan mengingat masih banyak warga sekitar yg memakai minyak tanah. Tapi alangkah sayangnya bahwa si agen malah lebih melayani pelanggan "tertentu" yg memborong minyak (kulakan) sampai 300 liter minyak, dan membiarkan warga sekitar yg sudah berharap-harap datangnya stok minyak. Padahal menurut si Fulan, minyak baru terkirim nanti pada pertengahan bulan Desember. Lha, kalo nunggu selama 2 minggu trus orang2 disuruh masak pake apa? pake kayu? pake elpiji yg mahal? pake arang? Lha syukur2 kalo seperti aku yg punya elpiji, itupun kalo ada uang untuk beli yg harganya nggak nggenah itu.
Trus si Fulan cerita lagi, pernah ada seseorang mendekati dia dan memberi penawaran kalo si Fulan bisa membantu orang itu memesan 200 liter minyak di agen tersebut, maka si Fulan akan mendapat komisi 100 ribu rupiah!Uang yg cukup besar bagi si abang becak.Di luar dugaan dia tolak!Katanya, dia tak mau menari di atas penderitaan orang lain, mengais rejeki di atas kesengsaraan orang lain, meskipun dia sendiri orang susah.
Mungkin bagi kita2, orang2 macam agen minyak atau macam penyogok si Fulan tukang becak, ataupun orang2 macam si abang becak itu sendiri hanyalah masalah kuantitas. Satu orang, satu batang, satu ekor, satu buah, apalah efeknya bagi permasalahan yg ada di muka bumi. Satu orang jujur macam si Fulan tukang becak tidak artinya untuk membawa perubahan ke arah yg lebih baik. Atau benarkah?Semua itu memang hanya kuantitas. Tapi aku kembali diingatkan pada sekelumit puisi yg aku kutip dari Abu Yazid Al Bisthami (yg juga aku tulis di blog ini) :
"...andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku,
maka dengan menjadikan diriku panutan,
Mungkin aku bisa mengubah keluargaku,
Lalu berkat inspirasi dan dorongan dari mereka,
Bisa jadi aku pun mampu memperbaiki negeriku,
Kemudian, siapa tahu aku bahkan bisa mengubah dunia.."
Ayolah kawan, kita bermuhasabah (introspeksi) pada diri kita sendiri. Apa sih yang sudah kita perbuat untuk perubahan di negeri kita ke arah yg lebih baik? Okelah di lingkup negara mungkin terlalu besar. Tapi bukan sesuatu yang mustahil kan?Sekarang terserah kita, apakah akan memilih menjadi figur licik macam agen minyak dan penyogoknya, ataukah figur jujur macam abang becak itu? Kembali ke soal kuantitas, mungkin kecil dampaknya. Tapi ingatlah, yang satu itu bisa menjadi sepuluh, seratus, seribu, sejuta, lalu semilyar. Maka seperti yg sering kita dengar: mulailah dari diri sendiri, mulailah dari yang kecil, dan mulailah dari sekarang juga. Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar