Jumat, 25 Agustus 2017

The Village Bride of Beverly Hills by Kavita Daswani(chicklit)-resensi buku

17 Juni 2009

"Patuh, diamlah, dan kau akan selalu bahagia".Nasihat dari bibi Vimla menjadi semacam syarat yg harus dilakukan Priya ketika menerima perjodohan dgn Sanjay, lelaki pengusaha tas yg bermukim di Beverly Hills. Laki2 yg baru dikenalnya satu minggu ini akan menjadi suaminya?pikir Priya. Hmm,okelah,secara fisik dia ganteng, lumayan kaya lagi. Namun setelah menikah mereka harus serumah dgn kedua orangtua suaminya plus adik ipar perempuan? Bagi seorang wanita India yg menikah ini berarti mengurus keluarga suami sepanjang hari. Itu sudah menjadi adat yg jamak terjadi di India. Sampai2 tukang pos yg baru melihatnya di rumah barunya di Beverly Hills bertanya,
"Aku baru tahu keluarga Sohni menyewa pelayan. Gagasan bagus. Mereka kelihatannya sibuk sekali. Berapa kali kau datang?"
"Aku bukan pelayan,"jawab Priya tenang."Aku si istri"
Bah!gondok gak ya kita kalo digituin?Ya jelas gondok banget!Itulah yg terjadi pertama tinggal di rumah suaminya. Secara umum memang tidak ada perlakuan buruk dari keluarga suami terhadap Priya, namun peran Priya hanya sebatas itu. Suaminya hanya menjadi laki2 yg apa kata ibunya (belakangan baru ketahuan kalo Sanjay sendiri merasa tertekan dgn dominasi orang tuanya). Sehingga Priya merasa nilai dirinya tak lebih dari pengurus rumah tangga saja.
Ketika Priya diterima bekerja di Hollywood Insider, sebuah majalah hiburan yg sedang naik daun, dia mulai menemukan jati dirinya. Di tengah keruwetan harus mengakali setiap berangkat dan pulang harus tetap memakai baju sari (perintah dari mertuanya), namun di gym menuju kantor dia berganti baju yg lebih sophisticated sesuai imej kantornya, dia berusaha menjalani dan menikmatinya. Yah gak cocok dunk, kerja di dunia hiburan dgn pakaian daerah yg kurang sesuai suasana? Gak ada yg salah dgn baju adat memang. Tapi dipakai di kantor?Please deh! demikian kesan dari rekan2 sekerjanya. Dan Priya sendiri lebih senang busana kantor yg lebih flexible (dan lebih keren tentunya).
Keberuntungan datang tak disangka ketika Priya harus menggantikan seorang asisten jurnalis yg harus mewawancarai seorang bintang terkenal. Ternyata sang bintang terkesan dgn Priya (walau wawancaranya dilakukan saat sang artis mabuk berat dan mengoceh mengeluhkan tentang artis top lainnya)dan merekomendasikannya bagi publisist artis2 yg lain. Dia pun naik pangkat jadi jurnalis, namun dia harus merahasiakan pada keluarga dan terutama suaminya. Padahal dgn pekerjaan barunya dia bisa dikenal oleh artis2 top, punya gaji hampir US$60.000 per tahun, punya akses kemana saja dan fasilitas kartu kredit dari kantor, tapi tiap pulang dia harus ganti baju sari di gym dkt rumahnya lalu berperan sbg ibu rumah tangga biasa saja yg mengurus keluarganya tanpa ada yg tahu kelebihan yg dipunyainya. Bayangin aja, dalam hati ini rasanya girang pengin loncat setinggi2nya tapi gak ada keluarga yg ikut merasakan kebahagiaannya. Sebel gak sih? Apalagi kalau suaminya tahu bahwa gaji Priya lebih besar dari Sanjay, tentu egonya sebagai suami akan terganggu. Dan pada akhirnya identitas rahasianya ketahuan, dan suaminya tak bisa menerimanya. Sebenarnya kesalahan ada di mana yaa..?
Anyway, secara umum apa yg Priya rasakan bisa saya pahami. Sedih rasanya bila apresiasi yg kita harapkan akan datang dari orang2 terdekat tapi ternyata tak kita dapatkan. Malah apresiasi itu datang dari teman2 kita. Mereka justru yg lebih tahu pasti diri kita apa adanya, menghargai segala kemampuan dan prestasi kita, ikut menangis bersama kita kala kita sedih. Ketika mencapai suatu prestasi, tak ada kata penyemangat yg muncul dari keluarga. Pengin jingkrak2 sendiri tapi koq kaya orang gila ya?Ah, sudahlah! Life doesn't always turn out the way we want to be. But at least we can change our point of view, that somwhere out there, our friend, appreciate us and take us all the way we are. Teman selalu menerima kita apa adanya. Jadi bersyukurlah kita yg memiliki banyak teman di facebook ini. Teruslah berprestasi. Lakukan sesuatu yg kalian cintai. Jadilah diri sendiri apa adanya. Terimalah diri sendiri apa adanya. Tentu saja terimalah keluarga kita apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan. Karena kita sendiri pun tak luput dari kekurangan. By the way, ending novel ini sebenarnya happy ending koq. Pada akhirnya, Priya mendapatkan apa yg diinginkannya. Suami yg benar2 membutuhkan Priya sbg pendamping hidupnya, bukan sbg pengurus keluarganya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar