Jumat, 25 Agustus 2017

Telaah Kritis Terhadap Prokon Vaksin by Stephanus Iqbal

Vaksinasi. Kayanya masalah satu ini 
menarik utk saya bahas melihat masih 
ada pihak yg ghuluw dlm 
menyikapinya, baik dr yg pro maupun 
kontra. 

Yg pro vaksin, ghuluw dlm melihat 
fatwa ulama tanpa mengkritisi 
kelemahan fatwa2 tsb. Yg anti vaksin, 
ghuluw dlm perkara konspirasi. 

Lalu, kedua belah pihak saling 
menghujat satu sama lain pdhal tdk 
harus begitu jg ujungnya. Sayang 
ukhuwah kan? 

Dan kmrn ada pernyataan dr Menkes 
yg kemudian memicu reaksi 
masyarakat, perihal sertifikasi halal 
obat dan vaksin. 

Lalu ada jg tanggapan seorg ustadz 
mengenai statement Menkes, & berikan 
dukungan kpd vaksinasi dan obat yg 
dikatakan sbg "mantan babi" itu. 

Permasalahan dlm vaksinasi adlh 
kandungan babi yg ada dlm proses 
pembuatan vaksin. Ini masalah utama 
yg menjadikan vaksin sbg perdebatan. 

Ada yg membolehkan vaksin dg 
mengangkat kaidah jika zatnya sdh 
berubah maka yg haram bisa menjadi 
halal. Bbrp contoh pun diangkat. 

Contoh spt binatang jalalah, cuka yg 
dibuat dr khamr, dst. Ini menjadi 
landasan utama bagi pro vaksin 
membolehkan kandungan babi dlm 
vaksin. 

Saya mengkritisi pandangan ini, krn 
saya melihat banyaknya celah yg terdpt 
dlm argumen tsb. Namun saya tdk 
menolak sepenuhnya pendapat itu. 

Dlm Hadits Arbain, Imam Nawawi 
meriwayatkan sebuah hadits yg 
menjelaskan bahwa yg halal sdh jelas, 
demikian jg yg haram sdh jelas. 

Makna yg terkandung dlm hadits ini 
adlh apa yg telah Allah halalkan maka 
ia halal, apa yg Allah haramkan maka 
jangan dihalalkan. 

Jadi dlm menimbang apakah vaksin itu 
halal / haram, maka kita perlu merujuk 
kpd kaidah ini. Terutama terkait pd 
kandungan babi dlm vaksin. 

Kembalikan kpd hukum asal dr babi, 
yaitu najis. Dan setiap yg najis adlh 
haram, kecuali kondisi yg 
menjadikannya najis sdh hilang. 

Nah, apakah najis dlm kandungan babi 
yg ada dlm vaksin sdh hilang? Tentu 
belum, krn ia berupa zat yg tdk berubah 
bentuk juga sifatnya. 

Jadi kandungan babi dlm vaksin, mnrt 
saya, tetaplah najis krn ia adlh zat yg 
diambil dr sesuatu yg najis, yaitu babi 
itu sendiri. 

Walaupun begitu, kita perlu jg melihat 
realita masyarakat saat ini sblm kita 
mengharamkan vaksinasi secara 
mutlak. Mengapa demikian? 

Pertama, saya tekankan sekali lg, bhw 
kandungan babi dlm vaksin adlh najis. 
Argumentasi bahwa zatnya sdh 
berubah tersangkal dg banyak hadits yg menjelaskan keharaman 
babi walaupun sdh berubah zat. Rasul 
melarang penjualan minyak babi utk 
digunakan sbg cat/ minyak lampu. 

Kedua, salah satu maqashid syari'ah 
(tujuan syari'ah) adlh utk melindungi 
jiwa, shg penerapa syari'at dlm hal ini 
bisa berubah jika darurat. 

Hal darurat ini bisa merubah hukum 
najisnya kandungan babi dlm vaksin 
menjadi boleh sbg rukshah dr Allah, 
sbgmn dijelaskan dlm Al Qur'an. 

Nah, terkait dg poin 2 ini, kita perlu 
melihat tujuan dr vaksinasi tersebut. 
Vaksinasi dilakukan dg tujuan 
meningkatkan daya imun tubuh. 

Dlm hal ini, vaksinasi ditujukan sbg alat 
imunisasi tubuh thdp berbagai 
penyakit. Jadi, bisa dikatakan 
vaksinasi bertujuan melindungi jiwa. 

Tp apakah hal ini menjadikan vaksinasi 
boleh krn dinilai darurat? Tunggu dulu. 
Krn sesuatu dikatakan darurat jika tdk 
ada pilihan lain. 

Dlm hal imunisasi tubuh, vaksinasi 
bukan satu2nya alternatif solusi. Ia 
hanya salah satu kondisi. Ada banyak 
alternatif lain sblm vaksin. 

Vaksinasi tdk bisa dinyatakan langkah 
darurat. Masih ada alternatif solusi yg 
lbh utama drpd vaksin utk 
meningkatkan daya imun tubuh. 

Pertama, kira hrs tempuh dulu alternatif 
solusi yg lbh jelas halalnya, tdk 
diselimuti syubhat. Salah satu solusi 
adlh thibunnabawi. 

Mengkonsumsi madu, habbats, dll, 
menjadi salah satu solusi yg utama 
sblm kita bisa menjadikan vaksinasi 
sbg alternatislf solusi. 

Lalu, peningkatan gizi pada anak juga 
menjadi solusi alternatif selain 
thibbunnabawi. Peningkatan gizi 
terbukti ilmiah dpt meningkatkan daya imun tubuh, shg langkah ini 
layak ditempuh sbg upaya pencegahan 
utama thdp penyakit drpd langkah 
vaksinasi thdp anak. 

Saya yakin masih ada banyak langkah 
lain yg jelas halalnya dan tdk terdpt 
syubhat sblm vaksinasi dpt dikatakan 
sbg solusi darurat. 

Tp rukshah terhdp daruratnya vaksinasi 
tetap masih terbuka, HANYA JIKA 
pilihan alternatif solusi yg utama tdk 
dpt dilakukan. 

Kita perlu akui, bahwa masyarakat kita 
terjerembab dlm dua kondisi utama yg 
menjadikan vaksin sbg darurat, yaitu 
kebodohan dan kemiskinan. 

Kita perlu akui, bahwa masyarakat kita 
terjerembab dlm dua kondisi utama yg 
menjadikan vaksin sbg darurat, yaitu 
kebodohan dan kemiskinan. 

Pertama, masyarakat kita masih 
banyak yg bodoh dlm masalah 
thibbunnabawi shg mereka tdk 
melihatnya sbg pilihan yg layak 
diutamakan. 

Kedua, mereka juga terhalang dari 
informasi mengenai gizi yg tepat dan 
baik utk meningkatkan gizi anak 
mereka. 

Ketiga, mereka juga terhalang 
rezekinya krn kedzaliman sistemik 
ribawi, shg mereka tdk mampu membeli 
makanan sehat atau thibbunnabawi. 

Ketiga kondisi tsb menjadikan vaksinasi 
sbg sebuah pilihan darurat yg mereka 
harus ambil demi menjaga kesehatan 
anak mereka. 

Krn itu, vaksinasi bisa menjadi boleh 
secara terbatas dlm kondisi 
masyarakat yg miskin dan bodoh spt 
layaknya masyarakat kita saat ini. 

Kebolehan dlm vaksinasi hrs dilihat sbg 
langkah darurat yg mereka ambil krn 
mereka terhalang dr mengambil 
alternatif solusi lain yg halal. 

Nah, kini kita beranjak pada poin ketiga 
dlm masalah vaksinasi, stlh saya 
berikan pandangan saya dlm hukum 
dan rukshah dlm vaksinasi. 

Sebuah kaidah penting yg sering 
dilupakan oleh pro vaksin, bahwa 
ketika Allah haramkan sesuatu maka 
Allah jg haramkan jual belinya. 

Ini terkait dg rukshah yg diberikan kpd 
mereka yg boleh menjadikan vaksinasi 
sbg pilihan. Hal ini tdk merubah najis 
yg ada dlm vaksin. 

Rukshah kebolehan vaksinasi tdk 
menjadikan kandungan babi dlm vaksin 
tsb menjadi halal. Ia tetap sebuah 
najis, ini hrs dipahami betul. 

Artinya, vaksin tsb tetaplah sesuatu yg 
haram dan krn itu berlaku jg hukum 
haramnya memperjualbelikan vaksin 
thdp mereka yg mendpt rukshah. 

Jadi walaupun ada rukshah thdp 
vaksinasi utk mereka yg miskin atau 
bodoh, jual beli vaksin atau menarik 
upah dr vaksinasi tetaplah haram. 

Nah, itu tiga poin yg menjadi pendapat 
saya dlm masalah vaksinasi. Jika ada 
kesalahan, saya mohon koreksi thdp 
kedha'ifan diri saya ini. 


*copas kultwit akun @stiqbl

Tidak ada komentar:

Posting Komentar